Minggu, 04 Juli 2010

Agama (?)

Agama selalu menjadi momok bagi saya. Saya merasa tidak perlu menggunakannya, tapi selalu takut akan hal-hal yang ditakuti oleh guru agama di sekolah kalau saya tidak teguh berpegang padanya. Kalau tidak solat, badan akan disakiti terus-terusan sampai waktu yang tidak ditentukan di dalam kuburan nanti hingga di alam neraka. Pokoknya, segala rasa sakit yang pernah saya bayangkan di dunia, akan saya alami setelah mati nanti kalau tidak rajin melakukan rangkaian gerakan-gerakan tersebut sebanyak lima kali sehari. Nanti baru tidak sakit lagi kalau masa tahanan di neraka selesai dan saya dibebaskan ke surga. Pokoknya kesakitan teruuus sejak badan mati. Wong idup nang dunia wes susah, abis mati yo susah meneh. Tega juga ya Allah. Sepertinya tidak adil. Apalagi guru agama selalu bilang, hanya dan hanya dengan solat, saya akan terbebas dari segala kesusahan dan kesakitan tersebut. Saat saya kecil itu, saya pikir, kok males banget yaa untuk berangkat solat 5 kali sehari. Gawat banget ini nanti saya abis mati bakal kesusahan selama-lamanya.

Berawal dari pemikiran itu, saya berusaha mencari teman. Siapa yah yang kira-kira bakal menemani saya nanti pas saat disiksa setelah mati? Waktu kecil saya pikir, tidak apa-apa masuk neraka. Yang penting jangan sendirian masuk nerakanya, dan kalo ternyata saya ga sendirian karena banyak juga orang-orang yang masuk neraka, saya gak mau jadi orang terakhir yang keluar dari neraka. Pokoknya emoh sendirian. Waktu kecil saya takut sendirian. Ke kamar mandi sendiri takut. Lalu saya memutar pikiran kiranya siapa yang bakal menemani saya. Ini semua terjadi kira-kira kelas 4 atau 5 SD.

Kata guru agama, yang bukan Islam akan masuk neraka. Wow, ternyata banyak sekali orang yang akan menemani saya. Menjadi tenanglah saya. Di antara orang-orang non muslim itu pun banyak sekali orang yang membunuh, menipu, meracuni dan me- me- lainnya. Semakin yakin saya bahwa saya tidak akan menjadi orang terakhir yang keluar dari neraka. Kira-kira kalau besar nanti, saya tidak akan membunuh, menipu, meracuni dan me- me- jahat lainnya. Saya menjadi tenang.

Tenang? Ternyata tidak sampai di situ. Saya yang SD masih berpikir lebih lanjut. Dari ketenangan saya bahwa ada lebih banyak orang non muslim yang akan menemani saya ke neraka, muncullah pertanyaan, mengapa orang-orang yang terlahir Islam sangat beruntung? Apa yang membedakan orang-orang Islam ini dengan teman-teman neraka saya ini? Seperti yang saya mengerti saat itu, bahwa orang terlahir dengan agama tertentu, dan sekiranya tidak akan berpindah agama selama masa hidupnya. Jadi dalam pemikiran saya, orang yang terlahir Islam sangat beruntung karena masih punya chance untuk masuk surga dan orang yang bukan Islam tidak memiliki chance sama sekali. Kasihan sekali mereka, saya pikir.

Tapi akhirnya saya mengerti bahwa ternyata orang bisa pindah agama. Berarti orang-orang yang tadinya akan otomatis masuk neraka, masih ada chance untuk masuk surga karena dia bisa sewaktu-waktu dalam hidupnya memilih untuk masuk Islam. Kata teman saya, salah sendiri bagi si non muslim itu bila ia tidak segera pindah Islam dalam kehidupan dunianya. Padahal ia telah diperkenalkan dengan Islam (mungkin melalui buku, televisi, internet, dkk), tapi tidak mau masuk Islam. Salah orang itu sendiri tidak mau mengikuti Islam, ia akan menanggung akibatnya di akhirat nanti. Dari pemahaman ini saya menjadi mengerti bahwa orang-orang tetap mendapatkan chance yang sama untuk masuk surga. Semua akhirnya tergantung pada penerimaan orang tersebut terhadap Islam di masa hidupnya. Bila mereka setuju dengan Islam, untung buatnya. Dan bila tidak setuju, celakalah dia. Waktu itu saya berpikir, ya sudah beberapa menit sebelum mati, saya akan masuk dan taat Islam. Tenang lagi lah saya.

Namun, lagi-lagi ketenangan sementara ini terusik. Pertanyaanbaru muncul lagi dari saya. Pertanyaan saya bercabang dua. Yang pertama, saya bertanya-tanya tentang orang-orang Afrika yang mungkin tidak tahu menahu tentang Islam karena tinggal di pedalaman tanpa televisi atau internet. Kehidupan sehari-hari mereka hanya mencari makan dan beranak. Mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenal Islam. Mereka akan masuk neraka!! Tidak adil bila orang dapat masuk surga karena faktor tempat mereka dilahirkan yang mana mungkin saja mereka dipilihkan tempatnya, bukan memilih sendiri. Lalu pertanyaan kedua, bagaimana dengan orang yang memang terlahir bukan Islam tapi mereka menjalani agama mereka ini dengan sangat taat hanya dan hanya karena itu adalah agama yang diajarkan mereka sejak kecil dan mereka yakini dengan kuat? Bukankah posisi mereka jadi sama saja dengan orang Islam yang solat lima waktu dan khatam Al Qur'an tiap hari? Mereka hanya menjalankan dengan benar apa yang mereka dapatkan dari kecil. Coba bila keadaannya dibalik: agama yang benar adalah agama Buddha dan orang-orang Islam yang taat dan saleh sejak kecil akan masuk neraka. Sama tidak adilnya bukan. Saya menjadi bingung sekali.

Berangkat dari kebingungan ini, saya menyimpulkan, bahwa mungkin perkataan yang diajarkan guru agama ada salahnya. Orang-orang Afrika itu dan orang-orang non muslim itu mungkin sebenarnya punya chance yang sama besarnya dengan orang Islam untuk masuk surga maupun neraka, karena Allah dikatakan guru agama memiliki sifat Maha Adil. Pasti chance semua orang sama. Hanya saja sistemnya Allah mungkin sangat rumit dan saya tidak perlu memusingkan cara untuk mengurai benang kusut sistem input surga/neraka Allah. Tugas saya saat itu adalah segera belajar matematika karena besok mau ulangan. Saya bisa tenang dan segera mengambil buku yang dicetak oleh depdiknas.

Tapi lagi dan lagi-lagi, ketenangan ini terusik kembali. Pertanyaan baru saya: Kalau begitu, agama yang dianut dan yang tertera di KTP bukanlah faktor utama penentu saya masuk surga dong? Lalu? Bagaimana ini?